Selasa, 09 Mei 2017

Macam-macam silat tradisional minangkabau

Aliran-aliran Pencak Silat di Minangkabau dan Sejarahnya

Diramu oleh:
Nasbahry Couto


http://id.wikipedia.org/wiki/Silat_Minangkabau
A. Pengantar

Pencak Silat adalah salah satu seni bela diri Nusantara yang terkenal di dunia dan berkembang di Asia Tenggara. Kata pencak silat adalah asli bahasa Indonesia  yang  merupakan kata majemuk, kata pencak (bhs. Jawa, Madura dan Bali) yang artinya keahlian mempertahankan diri[1], sedangkan kata silat[2]  biasa digunakan masyarakat di wilayah Indonesia lainnya serta di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan di Thailand bagian selatan dan Filipina, yang artinya adalah kepandaian berkelahi, seni bela diri khas Indonesia. 
Penggabungan kata pencak dan silat pertama kalinya dikenalkan tahun 1948 saat dibentuknya organisasi persatuan perguruan pencak dan perguruan silat di Indonesia yang diberi nama Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di Surakarta. Sejak saat itu pencak silat menjadi istilah resmi di Indonesia dan perguruan-perguruan yang mengajarkan pencak dan silat asal Indonesia di berbagai negara kemudian juga menggunakan istilah pencak silat. Secara internasional pencak silat menjadi istilah resmi sejak dibentuknya Organisasi Federatif Internasional yang diberi nama Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa (PERSILAT) di Jakarta tahun 1980. Meski demikian, karena kebiasaan yang mengakar, kata pencak dan silat masih digunakan secara terpisah.[3]

1. Gerakan Mancak

Namun demikian kata pencak dalam bahasa Minangkabau diberi arti lain lagi,  kata pencak silat di dalam pengertian para tuo silek (guru besar silat) adalah mancak dan silek. Perbedaan dari kata itu adalah: [4]   Kata mancak atau dikatakan juga sebagai bungo silek (bunga silat) adalah berupa gerakan-gerakan tarian silat yang dipamerkan di dalam acara-acara adat atau acara-acara seremoni lainnya. Gerakan-gerakan untuk mancak diupayakan seindah dan sebagus mungkin karena untuk pertunjukan.[5]  Kata silek itu sendiri bukanlah untuk tari-tarian itu lagi, melainkan suatu seni pertempuran yang dipergunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga gerakan-gerakan diupayakan sesedikit mungkin, cepat, tepat, dan melumpuhkan lawan.[6]



Tarian rantak: mengambil gerakan silat Minang, sumber: http://buchyar.pelaminanminang.com/adat/adat_minang_silek.html

2.  Gerakan silat

Pencak atau mancak memiliki gerakan mirip tarian yang ditampilkan di depan penonton dalam acara adat dengan gerakan yang anggun. Sementara itu, silat atau silek adalah ilmu bela diri dengan gerakan sederhana, efektif, cepat, dan akurat, bertujuan untuk menghentikan serangan lawan. Saat ini sebagian orang belajar silek untuk ilmu bela diri dan yang lain mempelajarinya sebagai bentuk seni bela diri.



Video tentang Silat

Dalam Bahasa Minangkabau, silat sama dengan silek. Silek Minangkabau mempunyai dua tujuan yaitu membela diri menghadapi musuh dan pertahanan negeri. Pada zaman lampau Minangkabau adalah daerah penghasil rempah-rempah dan telah mengundang kedatangan pihak lain untuk menguasainya. Saat masa damai, bela diri ini diarahkan agar tetap lestari dalam bentuk seni tari  sekaligus penyaluran energi silat yang cenderung panas.
Orang Mingkabau menyebut silek sebagai panjago(penjaga) diri dan parik paga (parit dan pagar) dalam nagari. Silek tidak saja sebagai alat untuk bela diri tetapi juga mengilhami gerakan dasar berbagai tarian dan randai (baca: drama Minangkabau). Randai memadukan alat musik, teater tradisional, dan gerakan silat tradisional Minangkabau untuk menghibur masyarakat dan biasanya diadakan saat pesta rakyat atau perayaan. Randai awalnya adalah media untuk menyampaikan cerita-cerita rakyat, dan kurang tepat jika randai disebut sebagai teater tradisi Minangkabau. Dalam perkembangannya randai mengadopsi gaya bercerita atau dialog teater atau sandiwara.

 

 Video tentang randai

Para tuo silek juga mengatakan jiko mamancak di galanggang, kalau basilek dimuko musuah (jika melakukan tarian pencak di gelanggang, sedangkan jika bersilat untuk menghadapi musuh). Oleh sebab itu para tuo silek (guru besar) jarang ada yang mau mempertontonkan keahlian mereka di depan umum bagaimana langkah-langkah mereka melumpuhkan musuh. Oleh sebab itu, pada acara festival silat tradisi Minangkabau, maka penonton akan kecewa jika mengharapkan dua guru besar (tuo silek) turun ke gelanggang memperlihatkan bagaimana mereka saling serang dan saling mempertahankan diri dengan gerakan yang mematikan. Kedua tuo silek itu hanya melakukan mancak dan berupaya untuk tidak saling menyakiti lawan main mereka, karena menjatuhkan tuo silek lain di dalam acara akan memiliki dampak kurang bagus bagi tuo silek yang "kalah".
Dalam praktik sehari-hari, jika seorang guru silat ditanya apakah mereka bisa bersilat, mereka biasanya menjawab dengan halus dan mengatakan bahwa mereka hanya bisa mancak (pencak), padahal sebenarnya mereka itu mengajarkan silek (silat). Inilah sifat rendah hati ala masyarakat persilatan, mereka berkata tidak meninggikan diri sendiri, biarlah kenyataan saja yang bicara. Kata pencak dan silat akhirnya susah dibedakan. Saat ini setelah silek Minangkabau itu dipelajari oleh orang asing, mereka memperlihatkan kepada kita bagaimana serangan-serangan mematikan itu mereka lakukan.

3.   Pandeka = Penjaga Negeri


Orang yang mahir bermain silat dinamakan pandeka (pendekar). Gelar pandeka ini pada zaman dahulunya dilewakan (dikukuhkan) secara adat oleh ninik mamak dari nagari yang bersangkutan. Namun pada zaman penjajahan gelar dibekukan oleh pemerintah Belanda. Setelah lebih dari seratus tahun dibekukan, masyarakat adat Koto Tangah, Kota Padang akhirnya mengukuhkan kembali gelar pandeka pada tahun 2000-an. Pandeka ini memiliki peranan sebagai parik paga dalam nagari (penjaga keamanan negeri), sehingga mereka dibutuhkan dalam menciptakan negeri yang aman dan tentram.
Pada awal tahun ini (7 Januari 2009), Walikota Padang, H. Fauzi Bahar digelari Pandeka Rajo Nan Sati oleh Niniak Mamak (Pemuka Adat) Koto Tangah, Kota Padang.[7]Gelar ini diberikan sebagai penghormatan atas upaya beliau menggiatkan kembali aktivitas silek tradisional di kawasan Kota Padang dan memang beliau adalah pesilat juga pada masa mudanya, sehingga gelar itu layak diberikan.[8]

4.  Sejarah Silat di Minangkabau

Kajian sejarah silat memang rumit karena diterima dari mulut ke mulut. Bukti tertulis kebanyakan tidak ada. Seorang Tuo Silek dari Pauah, Kota Padang, cuma mengatakan bahwa dahulu silat ini diwariskan dari seorang kusir bendi (andong) dari Limau Kapeh [9], Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Seorang guru silat dari Sijunjung, Sumatera Barat mengatakan bahwa ilmu silat yang dia dapatkan berasal dari Lintau . [10]Ada lagi Tuo Silek yang dikenal dengan nama Angku Budua mengatakan bahwa silat ini beliau peroleh dari Koto Anau, Kabupaten Solok. [11]Daerah Koto Anau, Bayang dan Banda Sapuluah di Kabupaten Pesisir Selatan, Pauah di Kota Padang atau Lintau pada masa lalunya adalah daerah penting di wilayah Minangkabau. Daerah Solok misalnya adalah daerah pertahanan kerajaan Minangkabau menghadapi serangan musuh dari darat, sedangkan daerah Pesisir adalah daerah pertahanan menghadapi serangan musuh dari laut. Tidak terlalu banyak guru-guru silat yang bisa menyebutkan ranji guru-guru mereka secara lengkap.
Jika dirujuk dari buku berjudul Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau karangan Mid Djamal (1986), maka dapat diketahui bahwa para pendiri dari Silek (Silat) di Minangkabau adalah
  •         Datuak Suri Dirajo diperkirakan berdiri pada tahun 1119 Masehi di daerah Pariangan, Padangpanjang, Sumatera Barat.
  •         Kambiang Utan (diperkirakan berasal dari Kamboja),
  •         Harimau Campo (diperkirakan berasal dari daerah Champa),
  •         Kuciang Siam (diperkirakan datang dari Siam atau Thailand) dan
  •         Anjiang Mualim (diperkirakan datang dari Persia).
Di masa Datuak Suri Dirajo diperkirakan silat Minangkabau pertama kali diramu dan tentu saja gerakan-gerakan beladiri dari pengawal yang empat orang tersebut turut mewarnai silek itu sendiri.[12] Nama-nama mereka memang seperti nama hewan (Kambing, Harimau, Kucing dan Anjing), namun tentu saja mereka adalah manusia, bukan hewan menurut persangkaan beberapa orang.

Asal muasal Kambiang Hutan dan Anjiang Mualim memang sampai sekarang memerlukan kajian lebih dalam, sebab dari mana sebenarnya mereka berasal karena nama mereka tidak menunjukkan tempat secara khas. Mengingat hubungan perdagangan yang berumur ratusan sampai ribuan tahun antara pesisir pantai barat kawasan Minangkabau (Tiku, Pariaman, Air Bangis, Bandar Sepuluh dan Kerajaan Indrapura) dengan Gujarat (India), Persia (Iran dan sekitarnya), Hadhramaut (Yaman), Mesir, Campa (Vietnam sekarang) dan bahkan sampai ke Madagaskar di masa lalu, bukan tidak mungkin silat Minangkabau dipengaruhi  dari beladiri yang mereka miliki.

Melalui transportasi beberapa sungai dari Provinsi Riau yang memiliki hulu di wilayah Sumatera Barat (Minangkabau) sekarang, dapat dimengerti  bagaimana hubungan beladiri Minangkabau dengan beladiri dari Cina, Siam dan Champa bisa terjadi karena jalur perdagangan, agama, ekonomi, dan politik.

Dapat dikatakan bahwa silat di Minangkabau adalah kombinasi dari ilmu beladiri lokal, ditambah dengan beladiri yang datang dari luar kawasan Nusantara. Jika ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwa langkah silat di Minangkabau yang khas itu adalah buah karya mereka. Langkah silat Minangkabau sederhana saja, namun di balik langkah sederhana itu, terkandung kecerdasan yang tinggi dari para penggagas ratusan tahun yang lampau. Mereka telah membuat langkah itu sedemikian rupa sehingga silat menjadi plastis untuk dikembangkan menjadi lebih rumit.

5. Penyebaran Silat Minangkabau

Sifat perantau dari masyarakat Minangkabau telah membuat silek Minangkabau sekarang tersebar ke mana-mana di seluruh dunia. Pada masa dahulunya, para perantau ini memiliki bekal beladiri yang cukup dan ke mana pun mereka pergi mereka juga sering membuka sasaran silat (perguruan silat) di daerah rantau dan mengajarkan penduduk setempat beladiri milik mereka. Mereka biasanya lebur dengan penduduk sekitar karena ada semacam pepatah di Minangkabau yang mengharuskan mereka berbaur dengan masyarakat di mana mereka tinggal.

Bunyi pepatah itu adalah dima bumi dipijak di situ langik dijunjuang, dima rantiang dipatah di situ aia disauak (Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, di mana rantiang dipatah di situ air disauk). Pepatah ini mengharuskan perantau Minang untuk menghargai budaya lokal dan membuka peluang silat Minangkabau di perantauan mengalami modifikasi akibat pengaruh dari beladiri masyarakat setempat dan terbentuklah genre atau aliran baru yang bisa dikatakan khas untuk daerah tersebut. Silek Minangkabau juga menyebar karena diajarkan kepada pendatang yang dahulunya berdiam di Ranah Minang. Jadi dapat dikatakan bahwa silek itu menyebar ke luar wilayah Minangkabau karena sifat perantau dari masyarakat Minangkabau itu sendiri dan karena diajarkan kepada pendatang.

6. Penyebaran dan Pengaruh Silek di dalam Negeri

Silek yang menyebar ke daerah rantau (luar kawasan Minangkabau) ada yang masih mempertahankan format aslinya ada yang telah menyatu dengan aliran silat lain di kawasan Nusantara. Beberapa perguruan silat menyatukan unsur-unsur silat di Nusantara dan Silek Minang masuk ke dalam jenis silat yang memengaruhi gerakan silat mereka. Beberapa contoh yang dapat diberikan adalah berikut ini.
  1. Silek 21 Hari atau dikenal juga dengan nama Silek Pusako Minang : Silat ini berkembang di wilayah perbatasan antara Pasaman dan Provinsi Riau. Silat ini masih jarang diungkapkan di dalam kajian Silek Minangkabau jadi keterangan tentang silat ini masih terbatas dan dalam penelitian. Silat ini lebih menekankan aspek spiritual dan berasal dari kalangan pengamal tarekat di Minangkabau. Saat ini masih ada keturunan Pagaruyung Minangkabau yang mengajarkan silat ini di beberapa kawasan di Provinsi Riau, seperti di Rokan Hulu (Kuntu Darussalam), Mandau Duri, Rokan Hilir, dan Perawang. Silat ini tergolong jenis yang ditakuti di daerah tersebut dan juga berkembang sampai ke Malaysia[13].
  2.  Silat Sabandar dari Tanah Sunda dikembangkan oleh perantau Minangkabau yang bernama Mohammad Kosim di Kampung Sabandar, Jawa Barat. Silek ini disegani di Tanah Sunda. Seiring dengan perkembangan dan pembauran dengan tradisi silat di Tanah Sunda, silat ini telah mengalami variasi sehingga bentuknya menjadi khas untuk daerah tersebut.
  3. Silat Pangian di Kuantan Singgigi, Provinsi Riau, terdiri dari Silek Pangian Jantan dan Silek Pangian Batino. Silek Pangian ini asalnya dari daerah Pangian, Lintau, Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Silek ini adalah silek yang legendaris dan disegani dari wilayah Kuantan. Di Kuantan tentu saja silek ini telah mengalami perkembangan dan menjadi ciri khas dari tradisi wilayah tersebut. Awalnya pendiri dari silek ini adalah petinggi dari kerajaan Minangkabau yang pergi ke daerah Kuantan.
  4.  Deli. Silek Minangkabau menyebar ke daerah Deli (sekitar Medan) di Pesisir Timur Propinsi Sumatera Utara akibat migrasi penduduk Minangkabau di masa lalu [14]. Saat sekarang tradisi silat itu masih ada.
  5.  Perguruan Silat Setia Hati, adalah perguruan besar dari Tanah Jawa. Pada masa dahulunya, pendiri dari perguruan ini, Ki Ngabei Ageng Soerodiwirdjo banyak belajar dari silek Minangkabau di samping belajar dari berbagai aliran dari silat di Tanah Sunda, Betawi, Aceh, dan kawasan lain di Nusantara. Silek Minangkabau telah menjadi unsur penting dalam jurus-jurus Perguruan Setia Hati. Setidaknya hampir semua aliran silek penting di Minangkabau telah beliau pelajari selama di Sumatera Barat pada tahun 1894-1898.[15] Beliau adalah tokoh yang menghargai sumber keilmuannya, sehingga beliau memberi nama setiap jurus yang diajarkannya dengan sumber asal gerakan itu. Beliau memiliki watak pendekar yang mulia dan menghargai guru.
  6. Silat Perisai Diri, yang didirikan oleh RM Soebandiman Dirdjoatmodjo atau dikenal dengan Pak Dirdjo, memiliki beberapa unsur Minangkabau di dalam gerakannya. Silat Perisai Diri memiliki karakter silat tersendiri yang merupakan hasil kreativitas gemilang dari pendirinya. Perisai Diri termasuk perguruan silat terbesar di Indonesia dengan cabang di berbagai negara.[16]
  7. Satria Muda Indonesia, yang pada awalnya berasal dari Perguruan Silat Baringan Sakti yang mengajarkan silek Minangkabau, kemudian berkembang dengan menarik berbagai aliran silat di Indonesia ke dalam perguruannya.[17]
  8. Silat Baginda di Sulawesi Utara adalah silat yang berasal dari pengawal Tuanku Iman Bonjol yang bernama Bagindo Tan Labiah (Tan Lobe) yang dibuang ke Manado pada tahun 1840. Tan Labiah meninggal dunia pada tahun 1888.[18]

7. Penyebaran silek di luar negeri

  1.  Singapura : Posisi Singapura atau dahulu disebut Tumasik yang strategis membuat wilayah ini dikunjungi oleh berbagai bangsa semenjak dahulu kala. Silek Minangkabau telah menyebar ke sana pada tahun 1160 dengan ditandainya gelombang migrasi bangsa Melayu dari Minangkabau [19]
  2.  Malaysia: Penyebaran Silek Minangkabau di Negeri Malaysia terjadi terutama akibat migrasi penduduk Minangkabau ke Malaka pada abad ke 16 dan juga karena adanya koloni Minangkabau di Negeri Sembilan. Silek Pangian, Sitaralak, Silek Luncur juga berkembang di negeri jiran ini. Silat Cekak, salah satu perguruan silat terbesar di Malaysia juga memiliki unsur-unsur aliran silek Minangkabau, seperti silek Luncua, Sitaralak, kuncian Kumango dan Lintau di dalam materi pelajarannya.[20] Posisi Malaysia yang rawan dari serangan berbagai bangsa terutama bangsa Thai membuat mereka perlu merancang sistem beladiri efektif yang merupakan gabungan antara beladiri Aceh dan Minangkabau. [21]Beberapa perguruan silat menggunakan nama Minang atau Minangkabau di dalam nama perguruannya
  3. Filipina: Penyebaran Islam ke Mindanao, yang dilakukan oleh Raja Baginda, keturunan Minangkabau dari Kepulauan Sulu pada tahun 1390.[22] Penyebaran ini mungkin akan mengakibatkan penyebaran budaya Minangkabau, termasuk silat ke wilayah Mindanao. Bukti-buktinya masih perlu dikaji lebih dalam
  4.  Brunei Darussalam: Penyebaran Silek ke Brunei seiring dengan perjalanan bangsawan dan penduduk Minangkabau ke Negeri Brunei. Seperti yang sudah dijelaskan pada awal tulisan ini, bahwa silek adalah bagian dari budaya Minangkabau, oleh sebab itu mereka yang pergi merantau akan membawa ilmu beladiri ini ke mana pun, termasuk ke Brunei Darussalam. Kajian hubungan silek Minangkabau dan Brunei masih dibutuhkan, namun yang pasti, para pemuka kerajaan Brunei memiliki pertalian ranji dengan raja-raja di Minangkabau. [23]Ada dugaan bahwa Awang Alak Betatar, pendiri kerajaan Brunei (1363-1402) yang gagah berani berasal dari Minangkabau karena gelar-gelar dari saudara-saudara beliau mirip dengan gelar-gelar dari Minangkabau, namun catatan tertulis diketahui bahwa migrasi masyarakat Minangkabau berawal dari pemerintahan Sultan Nasruddin Sultan Brunei ke-15) tahun 1690-1710 yang ditandai dengan tokoh yang bernama Dato Godam (Datuk Godam) atau Raja Umar dari keturunan Bandaro Tanjung Sungayang, Pagaruyung [24]
  5. Austria: Perguruan sileknya bernama PMG=Sentak, dikembangkan oleh Pandeka Mihar[25]
  6.  Spanyol: Perguruan sileknya bernama Harimau Minangkabau, dikembangkan oleh Guru Hanafi di kota Basque[26]
  7. Belanda:Silek Tuo dikembangkan oleh Doeby Usman,[27]. Satria Muda, dikembangkan oleh Cherry dan Nick Smith pada 1971. Mereka adalah murid dari dari Guru W. Thomson,[28]Paulu Sembilan, Silat dari Pauh Sembilan Kota Padang,[29]
  8. Hongkong: Perguruannya bernama Black Triangle Silat dikembangkan Pendekar Scott McQuaid. Pendekar Scott adalah termasuk dalam jalur waris dari guru Hanafi, sama dengan Guru de-Bordes di [30]Ghana.
  9. Amerika Serikat: Bapak Waleed adalah salah satu tokoh yang mengembangkan silek Minangkabau di USA, [31], Baringin Sakti yang dikembangkan oleh Guru Eric Kruk,[32]
  10.  Perancis: Perguruannya bernama Saudara Kaum dikembangkan oleh Haji Syofyan Nadar.[33] Perguruan ini juga memiliki guru mengajarkan silat dari Tanah Sunda seperti Maenpo Cianjur (Sabandar, Cikalong dan Cikaret) [34]dan Silat Garis Paksi.[35]
  11. Ghana, Afrika: Perguruannya bernama Harimau Minangkabau dikembangkan oleh Guru de-Bordes yang belajar ke Guru Hanafi[36]  dengan permainan silat harimau.[37]

B.Aliran-aliran Pencak Silat di Minangkabau

Ada banyak aliran yang berkembang di Ranah Minangkabau. Peneliti Silat, Hiltrud Cordes pernah melakukan penelitian, mengatakan ada sepuluh aliran utama Silek Minangkabau, yakni:[38]

1.      Silek Tuo (Silat Tua)
2.      Silek Kumango (Silat Kumango)
3.      Silek Harimau (Silat Harimau)
4.      Silek Lintau (Silat Lintau)
5.      Silek Sitaralak (Silat Sitaralak)
6.      Silek Pauah (Silat Pauh)
7.      Silek Sungai Patai (Silat Sungai Patai)
8.      Silek Luncua (Silat Luncur)
9.      Silek Gulo-Gulo Tareh (Silat Gulo-Gulo Tareh)
10.  Silek Baruah (Silat Baruh)
11.  Silek Ulu Ambek (Silat Ulu Ambek)

Silek Ulu Ambek menurut beliau tidak tergolong ke dalam aliran Silek karena lebih menekankan kekuatan batin daripada kontak fisik.
Silek Sitaralak, Lintau, Kumango, Luncua terkenal sampai ke Malaysia. Silek sitaralak (disebut juga siterlak, terlak  [39], sterlak, starlak) merupakan silat yang beraliran keras dan kuat.
Ada beberapa nama aliran silat lain yang punya nama, yakni Silek Tiang Ampek, Silek Balubuih, Silek Pangian (berkembang di Kabupaten Kuantan Singingi) dan Buah Tarok dari Bayang, Pesisir Selatan.

Asal usul dari aliran silat ini juga rumit dan penuh kontroversi, contoh Silek Tuo dan Sitaralak. Silek Tuo ada yang menganggap itu adalah versi silek paling tua, namun pendapat lain mengatakan bahwa silat itu berasal dari Tuanku Nan Tuo dari Kabupaten Agam. Tuanku Nan Tuo adalah anggota dari Harimau Nan Salapan, sebutan lain dari Kaum Paderi yang berjuang melawan Belanda di Sumatera Barat. Hubungan sitaralak dan Silek Tuo (silat paling tua) adalah kajian yang menarik untuk dikupas lebih dalam.

Gerakan silek umumnya diambil dari berbagai macam hewan yang ada di Minangkabau, contohnya Silek Harimau, Kucing [40] dan Silek Buayo (Buaya), namun di dalam perkembangan silek selanjutnya, ada sasaran silek, umumnya silek yang berasal dari kalangan tarekat atau ulama agama Islam menghilangkan unsur-unsur gerakan hewan di dalam gerakan silek mereka karena dianggap bertentangan dengan unsur agama versi mereka.

Jika dilihat dari beberapa gerakan silat yang berada di Minangkabau, ada pola-pola yang dominan di dalam permainan mereka, yakni:
·        Bersilat dengan posisi berdiri tegak
·        Bersilat dengan posisi rendah
·        Bersilat dengan posisi merayap di tanah
·        Bersilat dengan posisi duduk (silek duduak)

Posisi permainan silat ini terjadi akibat kondisi lingkungan di mana silat itu berkembang, pada daerah yang tidak datar dan licin, mereka lebih suka menggunakan posisi rendah

1.  Silek Tuo Minangkabau (Silat  Tua)

Silat Tuo - Aliran silat yang dianggap paling tua yang turun dari daerah Pariangan, Padang Panjang, berkembang di kabupaten Lima Puluh Kota tetap dengan nama Silat Tuo tetapi penulis pernah bertemu dengan salah satu anak alm. Syekh Abdurrahman Kumango yang bernama Bpk Ismail Rahman dan penulis meminta sejarah silat Kumango dari beliu, dalam tulisan ketikan yang beliau serahkan, dijelaskan bahwa silat kumango juga bernama silat tuo dan ada  pendapat lain seperti yang ditulis pada situs wikipedia yang mengatakan bahwa silat ini mulanya dikembangkan oleh Tuanku Nan Tuo, salah seorang anggota Harimau Nan Salapan atau golongan paderi. Jika pendapat ini diterima, maka "Silat Tuo" di Minangkabau terinspirasi dari gerakan binatang seperti harimau, buaya dan kucing.[41]



  Dalam Silat Tuo Minangkabau dikenal        prinsip: Tangkis Jurus Satu, Serang Jurus    Dua.[42] Jadi pada awalnya ilmu persilatan  di Minangkabau ini mengajarkan pada anak  sasiannya (murid) untuk tidak memulai    perkelahian. Tangkis jurus satu mempunyai  makna, bahwa tugas utama setiap anak  sasian atau pesilat adalah menghindarkan  perkelahian. Sedangkan Serang jurus dua  mempunyai makna: bila musuh datang  setelah mengelakkan serangan baru boleh  menyerang.

Dan ilmu ini memang diajarkan secara harfiah dalam Silek Tuo. Tidak pernah diberi pelajaran bagaimana caranya membuka serangan. Tetapi pelajaran selalu dimulai dari cara "mangelak". Yaitu menghindarkan perkelahian. Setelah serangan musuh ditangkis, barulah terbuka jurus untuk menyerang.

Adapun Silat Toboh di Pariaman, Pangian di Tanah Datar dan Starlak di Sawahlunto, adalah juga berasal dari Silek Tuo. Tetapi telah dikembangkan dan dirubah di sana sini. Ilmu itulah yang kini dipakai oleh Pandeka Sangek. Silek Tuo dianggap lemah karena tidak boleh memulai serangan, dalam perkelahian orang diwajibkan menanti orang lain menyerang.
Silat Minangkabau atau disingkat dengan "Silat Minang" pada prinsipnya sebagai salah kebudayaan khas yang diwariskan oleh nenek moyang Minangkabau sejak berada di bumi Minangkabau.

Bila dikaji dengan seksama isi Tambo Alam Minangkabau yang penuh berisikan kiasan berupa pepatah-petitih ataupun mamang adat, ternyata Silek Minang telah memiliki dan dikembangkan oleh salah seorang penasehat Sultan Sri Maharaja Diraja yang bernama "Datuk Suri Diraja" ; dipanggilkan dengan "Ninik Datuk Suri Diraja" oleh anak-cucu sekarang.
Sultan Sri Maharaja Diraja, seorang raja di Kerajaan Pahariyangan (dialek: Pariangan ) . sebuah negeri (baca: nagari) yang pertama dibangun di kaki gunung Merapi bahagian Tenggara pad abad XII ( tahun 1119 M ).

Sedangkan Ninik Datuk Suri Diraja, seorang tua yang banyak dan dalam ilmunya di berbagai bidang kehidupan sosial. Beliau dikatakan juga sebagai seorang ahli filsafat dan negarawan kerajaan di masa itu, serta pertama kalinya membangun dasar-dasar adat Minangkabau; yang kemudian disempurnakan oleh Datuk Nan Baduo, dikenal dengan Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang.

Ninik Datuk Suri Diraja itulah yang menciptakan bermacam-macam kesenian dan alat-alatnya, seperti pencak, tari-tarian yang diangkatkan dari gerak-gerak silat serta membuat talempong, gong, gendang, serunai, harbah, kecapi, dll ( I.Dt.Sangguno Dirajo, 1919:18)
Sebagai catatan disini, mengenai kebenaran isi Tambo yang dikatakan orang mengandung 2% fakta dan 98 % mitologi hendaklah diikuti juga uraian Drs.MID.Jamal dalam bukunya : "Menyigi Tambo Alam Minangkabau" (Studi perbandingan sejarah) halaman 10.
Ninik Datuk Suri Diraja (dialek: Niniek Datuek Suri Dirajo) sebagai salah seorang Cendekiawan yang dikatakan "lubuk akal, lautan budi" , tempat orang berguru dan bertanya di masa itu; bahkan juga guru dari Sultan Sri Maharaja Diraja. (I.Dt. Sangguno Durajo, 1919:22).
Beliau itu jugalah yang menciptakan bermacam-macam cara berpakaian, seperti bermanik pada leher dan gelang pada kaki dan tangan serta berhias, bergombak satu,empat, dsb.

Ninik Datuk Suri Dirajo (1097-1198) itupun, sebagai kakak ipar (Minang: "Mamak Rumah") dari Sultan Sri Maharaja Diraja ( 1101-1149 ), karena adik beliau menjadi isteri pertama (Parama-Iswari) dari Raja Minangkabau tsb. Oleh karena itu pula "Mamak kandung" dari Datuk Nan Baduo.

Pengawal-pengawal Sultan Sri Maharaja Diraja yang bernama Kucieng Siam, Harimau Campo, Kambieng Utan, dan Anjieng Mualim menerima warisan ilmu silat sebahagian besarnya dari Ninik Datuk Dirajo; meskipun kepandaian silat pusaka yang mereka miliki dari negeri asal masing-masing sudah ada juga. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa keempat pengawal kerajaan itu pada mulanya berasal dari berbagai kawasan yang berada di sekitar Tanah Basa (= Tanah Asal) , yaitu di sekitar lembah Indus dahulunya.

Kucieng Siam, seorang pengawal yang berasal dari kawasan Kucin-Cina (Siam); Harimau Campo, seorang pengawal yang gagah perkasa, terambil dari kawasan Campa ; Kambieng Utan , seorang pengawal yang berasal dari kawasan Kamboja, dan Anjieng Mualim, seorang pengawal yang datang dari Persia/Gujarat.

















     Silek tuo lembah Merapi:[43]


Sehubungan dengan itu, kedudukan atau jabatan pengawalan sudah ada sejak nenek moyang suku Minangkabau bermukim di daerah sekitar gunung Merapi di zaman purba; sekurang-kurangnya dalam abad pertama setelah timbulnya kerajaan Melayu di Sumatera Barat.

Pemberitaan tentang kehadiran nenek moyang (Dapunta Hyang) dimaksud telah dipublikasikan dalam prasasti "Kedukan Bukit" tahun 683 M, yang dikaitkan dengan keberangkatan Dapunta Hyang dengan balatentaranya dari gunung Merapi melalui Muara Kampar atau Minang Tamwan ke Pulau Punjung / Sungai Dareh untuk mendirikan sebuah kerajaan yang memenuhi niat perjalanan misi suci,maksudnya untuk menyebarkan agama Budha. Di dalam perjalanan suci yang ditulis/ dikatakan dalam bahasa Melayu Kuno pada prasasti tsb dengan perkataan: " Manalap Sidhayatra" (Bakar Hatta,1983:20), terkandung juga niat memenuhi persyaratan mendirikan kerajaan dengan memperhitungkan faktor-faktor strategi militer, politik dan ekonomi. Kedudukan kerajaan itupun tidak bertentangan dengan kehendak kepercayaan/agama, karena di tepi Batanghari ditemukan sebuah tempat yang memenuhi persyaratan pula untuk memuja atau mengadakan persembahan kepada para dewata. Tempat itu, sebuah pulau yang dialiri sungai besar, yang merupakan dua pertemuan yang dapat pula dinamakan "Minanga Tamwan" atau "Minanga Kabwa".

Akhirnya pulau tempat bersemayam Dapunta Hyang yang menghadap ke Gunung Merapi (pengganti Mahameru yaitu Himalaya) itu dinamakan Pulau Punjung (asal kata: pujeu artinya puja). Sedangkan kerajaan yang didirikan itu disebut dengan kerajaan Mianga Kabwa dibaca: Minangkabau.

Silat tuo di Batipuh
Silat Tiang Ampek termasuk silat tuo yang berkembang keluar dari Batipuah, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar waktu perang Batipuah melawan Belanda setelah perang paderi. Berkembang dulunya di Palembayan, simpang Batuhampar, Piladang, Tanjuang Alam- Agam, Sumarasok, Padang Tarok, Tanjuang Alam-Tanah Datar dan Tabek Patah. Silat tuo ini waktu pengembangan banyak disurau-surau yang guru-guru tuanya pengikut tarikat  (satariah ??? belum pasti, tetapi di dalam doa/tawasul, mereka menyebut Syech Burhanudin/Aba Burhan ) Silat ini bukan silat yang indah gerakannya tetapi silat praktis.Didaerah-daerah yang tersebut diatas cara-cara pengajarannya berbeda-beda;ada yang silat saja yang urutan-urutannya tergantung guru mengajar , dan  ada yang diajarkan dikalangan terbatas dengan pelajaran selain silat ,juga agama, adat,pengobatan. silat ini diajarkan sesudah bulan Ramadhan istrahat sebelum Ramadhan (7 x 40 hari atau 9 bulan 10 hari).Silat dengan cara ke dua diatas itu sendiri ada 4 tingkatan: (1) Maapa langkah jo sambuik (menghapal mangkah dan sambut).(2)Manyambuang langkah jo sambuik (menyambung langkah dan sambut)§  Bagaluik. (gelut)  (3)Maambiak raso (mengambil rasa, kira-kira sama dengan silat ghaib) tingkat empat ini babiliak ketek (murid terpilih diajar khusus) dalam ilmu bathin (gumam bathin). Saat ini perguruan ini sudah jarang terdengar karena umumnya tumbuh dilingkungan terbatas.

Silek tuo di Bukittinggi
Sekelompok pemuda terlihat berkumpul dilapangan nagari Lurah Tabek Tuhua, kelurahan Bukit Apit Puhun. Petunjuk waktu alis kalender baru berada di tahun 1980-an, sudah jauh dari masa ini. Sekitar pukul 20.00 Wib, ukuran waktu sekarang, pemuda-pemuda berkumpul dengan memakai atribut silat. Mereka berpakaian serba hitam dengan Deta dikepala. Tanpa banyak ba-bi-bu mereka langsung berkumpul, duduk bersila dilapangan mendengarkan aba-aba dan petunjuk dari guru mereka. Sebelum mereka mulai bersilat, mereka minta doa restu, bersalaman dengan guru-guru dan orang tua yang ikut menyaksikan mereka latihan silat.

Aliran silek Tuo yang berkembang di Nagari Tabek Tuhua ini merupakan aliran Silek Tuo Ranah Minang atau disebut juga dengan SILATURAHMI. Silek Tuo Ranah Minang ( Silaturahmi ) ini merupakan aliran dari Silek Tuo Buya Haji Abu Shamah (alm). Beliau memiliki beberapa orang murid yang terkenal di Bukittinggi diantaranya : Inyiak Datuak Palang Gagah ( alm ), dan Inyiak Haji Bagindo Ali ( alm ). Sekarang yang bertugas melestarikan Silek Tuo ini yaitu Inyiak/Mamak Yunis Dt.Rajo Mudo dan Inyiak Datuak Syafril St.Rajo Basa.[44]

Silek Tuo Ranah Minang ( Silaturahmi ) ini sudah sangat berkembang, murid-muridnya sudah cukup banyak. Salah satu factor yang menjadi motivasi bagi pemuda-pemuda di daerah Tabek Tuhua belajar Silek adalah selain memeliki pertahanan diri mereka juga ingin seperti Inyiak Datuak Syafril St.Rajo Basa tersebut karena beliau pada masa mudanya sudah banyak memperoleh prestasi yang cemerlang. Diantaranya :• Juara 1 Kejuruan Silek Tuo Traditional tahun 1983 di bukittinggi• Juara 1 Kejuaraan daerah Silek Tuo Traditional di Batusangkar tahun 1984.• Dan Juara 1 Kejuaraan Silek tuo Traditional di Bukittinggi tahun 1989

Bahkan yang lebih menarik lagi, beliau juga sering menerima murid dari luar negri seperti Malaysia, Australia dan Amerika untuk belajar silat traditional Minang Kabau dengan beliau.
Setelah beberapa pasang pemuda tadi berlatih, haripun sudah menunjukan pukul 23.00 Wib, pertunjukan tersebutpun usai, semua pemuda tersebut merasakan kepuasan dan kebahagiaan tersendiri karena mereka memeliki ilmu bela diri yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri, serta yang paling membanggakan adalah mereka sudah ikut serta dalam melestarikan Silek Tuo Ranah Minang (silaturahmi) hingga sekarang

2. Silek Kumango


Peta: Nagari Kumango: Klik bagian ini: ketik Kumango

Salah satu aliran silat di Minangkabau yang dikembangkan oleh Syeikh Kumango, dari nagari Kumango, Batusangkar, Kab. Tanah Datar. Bicara budaya dan sejarah Minangkabau, tak akan lepas dari Kabupaten Tanah Datar yang kerap disebut Luhak Nan Tuo. Inilah sebuah ranah yang diyakini sebagai tempat asal orang Minangkabau. Sebagai tempat asal, Tanah Datar banyak menyimpan peninggalan sejarah, tradisi, sekaligus tatanan budaya yang mendarah daging dengan masyarakat.












   Surau dan makam Syekh Mudo Abdurrahman Al Khalidi, sumber: Rusli (2008)


Tak hanya budaya adat, tradisi kebutuhan akan kemampuan bela diri pun tetap lestari. Itu sebabnya tak sulit menemukan perguruan silat di tempat ini. Silat Kumango, contohnya. Jenis bela diri ini merupakan perpaduan seni bela diri dengan tarekat sekaligus penyempurnaan dari silat-silat yang lebih dulu berkembang. Silat tersebut dirancang sedemikian rupa hingga sejajar dengan aliran silat klasik seperti Silat Lintau, Macan, Melubus, dan Pariaman.

Silat Kumango adalah satu dari sepuluh aliran silat legendaris dari Minangkabau. Silat ini terkenal dengan jurus mematikan yang disebut kuncian kemanga. Dalam gerakan, ada sepuluh jurus inti kumango. Yaitu,ilak kida, ilak suok, sambuik pisau, rambah, cancang, ampang, lantak siku, patah tabu, ucak tangguang,dan ucak lapeh. Selain itu, ada gerakan dasar bernama langkah tuo, yaitu gerakan menyerang maupun menangkis dengan cepat yang membuat lawan tak berkutik. Juga ada langkah ampek, yaitu pengembangan langkah tuo yang berfungsi sebagai umpan bagi lawan.


Lambang Silat Kumango

Jenis silat ini dirancang tak sekadar sebagai beladiri, tapi juga dikombinasikan dengan ajaran-ajaran Islam. Perihal waktu latihan, ada perbedaan filosofi antar berlatih di siang benderang dengan malam yang penuh nuansa cahaya remang. Pada siang hari, gerakan dan fokus mata bisa lebih terjaga, sedangkan malam hari perlu perhatian lebih tinggi untuk kesigapan mata dan gerakan.
Antusiasme masyarakat di Nagari Kumango dalam mempelajari jenis silat ini terus berjalan. Tak heran, nagari ini menjadi saksi bisu atas perkembangan aliran silat yang ditetaskan Syekh Mudo Abdurrahman al-Khalidi pada akhir 1800-an silam. Begitu kentalnya tradisi silat di nagari ini, sekolah setempat menjadikannya sebagai pelajaran olahraga.

Jenis bela diri Kumango bermula dari sebuah Surau Subarang, masjid kecil di Nagari Kumango, Kecamatan Sungai Tarab. Dulu, Syekh Abdurahman atau dikenal dengan Alam Basifat tak hanya mengajar agama di tempat tersebut namun sekaligus mengajar ilmu silat kepada para pemudanya di malam hari. Kebiasaan pemuda Minang zaman dulu yang lebih senang menginap di surau diisi sang syekh dengan belajar bela diri ini.

Syekh Mudo Abdurrahman Al Khalidi merupakan pria yang memiliki naluri lelaki berdarah panas. Sang pionir ini menjadi penganut Tarekat Samaniyyah dan Naqsyabandiah. Ia kemudian menciptakan gerakan-gerakan silat tersebut yang ajaran-ajarannya sarat akan cinta kasih. Kemasyhuran nama sang guru sebagai guru silat membuat ia banyak mengembara ke daerah lain. Syekh melebarkan sayap silat ciptaannya hingga ke wilayah Sumatera Utara, Aceh, bahkan hingga ke Malaysia.
Saat ini, jasad Syekh Abdurrahman "dibaringkan" tepat di samping surau tempat ia menularkan ilmu silat dan ilmu agama. Hal itu guna mengingatkan syiar agama beliau melalui silat Kumango kepada generasi penerus. Tak hanya makam, kediaman Syekh pun hingga kini masih tetap dipertahankan warga Kumango sebagai bentuk kecintaan pada sang guru.

Hingga kini, cucu dari Syeikh Abdurrahman yang bernama Ahmad Bakrie Burhan masih tinggal di Nagari Kumango, menjadi tetua silat dari sang kakek. (Ali/Yus)

Asal-usul Silek Kumango[45]
Ada beberapa pendapat atau pandangan yang  terdapat  dalam  masayarakat.  Antara  lain  bahwa silat Kumango berasal dari silat Lintau yang dibawa ke Batusangkar dan di Batusangkar ditambah dengan ilmu kebatinan. Pendapat lain   mengasosiasikan nama silat ini dengan istilah barang kumango, barang dagangan yang terdiri dari bermacam-macam barang. Mereka berpendapat bahwa silat ini berasal dari bermacam-macam silat yang ada di Minang Kabau yang digabungkan menjadi satu. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa dari segi umurnya Silat Kumango dibanding dengan silat-silat lainnya seperti Silat Lintau dan Silat Tuo memang relatif lebih muda.

Pertama kali   diajarkan   oleh   almarhum   Syekh   Abdurrahman Al Khalidi sekitar tahun 1850-an. Almarhum menurut penuturan orang tua-tua dan juga beberapa guru silat memang pernah  datang ke Lintau untuk berguru silat.

Akan tetapi keinginan beliau itu tidak terpenuhi karena setelah beberapa hari berada di sana beliau tidak pernah diajar oleh guru   yang bersangkutan. Keberadaan beliau di sana hanya sekedar melihat atau sebagai penonton orang bersilat. Karenanya beliau pulang saja ke Kumango. Dari penuturan di atas jelas tidak mungkin Silat Kumango berasal dari Silat Lintau. Adalah hal yang musykil hanya dengan  melihat orang belajar silat selama beberapa  hari saja seseorang dapat menguasai silat.

Apalagi dikatakan bahwa dari Lintau dibawa ke Batusangkar kemudian diberi ilmu kebatinan.   Kalau demikian halnya   maka namanya haruslah Silat Batusangkar, bukan Silat Kumango. Seperti kita ketahui di Minang Kabau pada masa lalu itu silat diberi nama menurut daerah asalnya seperti Silat Koto Anau, Silat Maninjau, Silat Pauh, Silat Sungai Patai dan sebagainya. Apa lagi ditambah dengan embel-embel bahwa tiba di Batusangkar diberi ilmu kebatinan. Apa yang dimaksud dengan ilmu kebatinan itu tidak pula jelas. Sepanjang yang penulis warisi dalam silat Kumango tidak pernah ada apa yang disebut ilmu kebatinan itu. Yang ada hanyalah bahwa Silat Kumango memiliki suatu falsafah yang berdasarkan ajaran-ajaran agama sesuai dengan tuntunan Al Quran dan Sunnah Rasul. Dan ini memang merupakan dasar pertama yang harus ditanamkan kepada  pesilat.

Pendapat yang mengatakan Silat Kumango merupakan  gabungan  dari  berbagai  macam  silat  yang  ada di  Minang  Kabau  agaknya  juga  tidak  beralasan  dan sukar   untuk   diterima.   Bagaimana   mungkin   seseorang bisa menggabungkan beberapa aliran silat, sedangkan mempelajari satu macam silat saja tidak pernah dapat karena orang tidak mau  mengajarkan dan nama itu didasarkan kepada daerah tempat lahirnya yaitu nagari Kumango kecamatan Sungai Tarab kabupaten Tanah Datar. Dan silat ini seperti telah disinggung di atas diwariskan  oleh  Syekh  Abdurrahman  Al  Khalidi  atau Syekh Kumango. Almarhum mewarisi   silat ini sekitar tahun 1840-an  dari seseorang dengan cara yang luar biasa, diluar jangkauan akal dan tidak   mungkin dialami oleh semua orang. Kisahnya adalah seperti berikut.

Datuk Majoindo (sebelum beliau bergelar syekh) bertoko di Pasar Gadang Padang. Pada suatu pagi ketika beliau membuka pintu toko tanpa diketahui dari mana datangnya di belakang beliau sudah berdiri saja seorang laki-laki berpakaian serba putih seperti penampilan orang peminta-minta yang di Minang Kabau biasanya dipanggil “Pakiah”. Dengan penuh keheranan beliau bertanya tentang  maksud kedatangan  pakiah,  asal  usul  darimana pakiah berasal dan apa tujuannya datang pagi–pagi betul. Oleh pakiah dijawab bahwa kedatangannya pagi itu hendak minta uang untuk membeli nasi karena pagi itu dia belum makan. Kemudian karena belas kasihan beliau beri pakiah uang dan melanjutkan  pekerjaan membuka pintu toko.

Si  pakiah  setelah  menerima  uang  tidak  beranjak dari tempat semula. Ketika ditanya oleh Datuk Majoindo mengapa pakiah belum juga pergi, oleh pakiah dijawab bahwa uang itu belum cukup, minta ditambah lagi. Walaupun merasa kesal dalam hatinya permintaan pakiah itu dipenuhi juga oleh Datuk Majoindo. Namun walaupun telah ditambah uangnya pakiah itu masih belum pergi, ia masih berdiri di tempat semula. Melihat perilaku pakiah yang demikian itu, dengan nada marah Datuk Majoindo bertanya lagi mengapa pakiah belum juga pergi. Kemudian dengan nada datar pakiah menjawab bahwa uang yang diberikan   masih   belum   cukup   juga.   Jawaban   pakiah ini menambah kemarahan Datuk Majoindo. Namun demikian beliau mengeluarkan uang dari kantong lalu menyerahkannya kepada pakiah dan mengusirnya sambil mengancam  akan  menampar  pakiah  kalau  belum  juga pergi.

Ancaman   Datuk   Majoindo   akan   menampar   itu mendapat  reaksi  atau  jawaban  yang  mengejutkan  dari pakiah.  Saya  memang  menunggu  tamparan  dari  Datuk, ujarnya.  Kemudian  dilanjutkannya  bahwa  tamparan  itu tidak akan diterimanya saat itu tetapi berjanji tujuh hari lagi, pada saat ia akan datang lagi ke Padang. Yang lebih mengejutkan  lagi adalah bahwa pakiah menyuruh Datuk Majoindo dalam masa tujuh hari itu untuk pergi menemui guru-guru   atau   teman-teman   beliau   guna   menambah ilmu  dalam menghadapi pakiah nantinya. Selesai berucap pakiahpun pergi. Peristiwa  pagi  itu  membuat  Datuk  Majoindo  tidak habis  pikir,  lebih-lebih  lagi  mengingat  ucapan  pakiah yang menyuruh beliau menambah ilmu lagi. Betapa tidak, Datuk Majoindo bukanlah orang sembarangan. Beliau telah menuntut ilmu ke mana-mana dalam Luhak Nan Tigo ini.

Di mana saja ada guru-guru yang berilmu tinggi beliau datangi, sehingga beliau juga memiliki ilmu yang tinggi pula. Selama kurang lebih sepuluh tahun beliau menjadi parewa (preman) malang melintang dalam dunia judi, tidak seorangpun yang berani melawan atau menantang beliau. Sekarang tiba-tiba datang seorang pakiah yang kalau dilihat dari lahiriahnya atau penampilan secara fisik tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Datuk Majoindo, menantang untuk menguji ilmu.

Hampir   semalaman   Datuk   Majoindo   tidak   tidur memikirkan    peristiwa    itu.    Dalam    benaknya    Datuk Majoindo  bertanya-tanya  siapa  pakiah  itu  sebenarnya, dan  apakah  perintah  pakiah  untuk  menemui  guru-guru atau   kawan-kawan   guna   menambah   ilmu   lagi   akan dituruti atau tidak. Akhirnya sampailah Datuk Majoindo kepada suatu kesimpulan bahwa mungkin saja pakiah itu seorang yang berilmu tinggi, kalau tidak tentu saja tidak mungkin dia mengeluarkan ucapan yang menantang itu. Karenanya perintahnya perlu pula dipertimbangkan untuk dilaksanakan.
Demikanlah akhirnya Datuk Majoindo mengambil keputusan    untuk    mencari    guru-guru    atau    kawan-kawan beliau seperti perintah pakiah. Keesokan paginya berangkatlah Datuk Majoindo dari Padang. Mula-mula beliau menuju Batusangkar, kemudian dilanjutkan ke Payakumbuh. Dari Payakumbuh terus ke Bukittinggi. Setiap guru atau kawan yang beliau temui di ketiga tempat itu tidak ada yang dapat menambah ilmu Datuk Majoindo. Jangankan menambah malahan setiap orang yang ditemui justru minta ilmu kepada beliau. Kembalilah Datuk Majoindo ke Padang tanpa tambahan ilmu sama sekali.

Genap   tujuh   hari   sebagaimana   yang   dijanjikan, selesai menutup tokonya Datuk Majoindo sudah bersiap-siap menunggu kedatangan pakiah. Sudah masuk waktu Isya pakiah belum juga datang. Datuk Majoindo mengira mungkin pakiah tidak jadi datang. Beliau masuk ke kamar mengunci pintunya lalu tidur-tiduran. Sambil tidur-tiduran beliau terus merenungkan soal pakiah apakah dia akan datang atau tidak. Dalam merenung-renung itu beliau tertidur.

















Gerakan silek kumango, sumber: Rusli (2008)


Beberapa saat kemudian Datuk Majoindo terkejut dibangunkan   oleh   seseorang   yang   tidak   lain   adalah pakiah. Dia telah berdiri di sisi tempat tidur Datuk Majoindo. Setelah berbincang-bincang sebentar keduanya turun ke luar toko. Keduanya sudah siap menguji ilmu masing-masing. Pakiah mempersilahkan Datuk Majoindo untuk menyerang terlebih dahulu. Setiap serangan yang dilakukan Datuk Majoindo tidak satupun yang dapat mengenai pakiah. Serangan-serangan itu lepas begitu saja sehingga beliau membentur dinding dan tiang toko yang membuat badan beliau memar dan kepala beliau berdarah. Datuk Majoindo terus mencoba lagi menyerang pakiah dengan mengerahkan semua ilmu yang beliau miliki, akan tetapi semuanya luput, tidak ada yang mengena sasaran. Karena serangan-serangan yang dilakukan Datuk Majoindo tidak mempan dan tubuh serta kepalanya mengalami cedera, maka Datuk Majoindo mengaku kalah dan minta kepada pakiah untuk dijadikan sebagai murid.

Beliau ingin berguru kepada pakiah. Selesai pertarungan hal pertama yang dilakukan pakiah adalah mengobati luka-luka dan cedera yang diderita Datuk Majoindo. Pengobatan itu dimulai oleh pakiah dengan Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulilah. Dengan pertolongan Allah semua luka-luka dan cedera yang diderita Datuk Majoindo sembuh sehingga kondisi fisik beliau kembali seperti semula. Setelah itu Datuk Majoindo disadarkan oleh pakiah atas kejahilan dan dosa-dosa beliau di masa lalu dan kemudian ditaubatkan.

















Gerakan silek kumango, sumber: Rusli (2008)


Permintaan Datuk Majoindo untuk berguru dipenuhi oleh pakiah, tetapi belum dilaksanakan pada saat itu. Pakiah berjanji akan datang lagi. Rupanya janji pakiah untuk datang lagi tidak segera terlaksana. Karena tidak sabar menunggu lama-lama maka Datuk Majoindo berusaha mencari pakiah. Selama   tiga   bulan   lamanya   Datuk   Majoindo   mencari pakiah ke mana-mana, sampai ke Kerinci. Akhirnya pakiah ditemukan juga, maka mulailah pakiah mengajari Datuk Majoindo. Menjadilah sekarang hubungan pakiah dengan Datuk Majoindo hubungan guru dengan murid.

Pelajaran yang harus diikuti dalam dua tahapan. Tahap pertama berlangsung di daerah sekitar Minangkabau dan tahap kedua di Tanah Suci, khususnya di Madinah. Tahap pertama berlangsung selama empat puluh hari empat puluh malam. Yang dilakukan oleh guru pada tahap pertama ini adalah latihan fisik dan mental termasuk pelajaran silat. Selama empat puluh hari empat puluh malam Datuk Majoindo harus mengikuti guru melakukan perjalanan panjang yang cukup melelahkan. Perjalanan dilakukan siang malam, menempuh medan yang sulit, semak belukar, mendaki dan menurun, menempuh jalan- jalan yang tidak pernah dilalui orang tanpa istirahat, kecuali pada waktu sholat. Datuk tidak boleh mengeluh ataupun bertanya. Alhamdulillah perjalanan ini dapat diikuti dan diselesaikan oleh Datuk Majoindo dengan baik
.
Pada hari keempat puluh atau hari terakhir berhentilah guru dan Datuk Majoindo di bawah sebuah pohon besar, konon lokasinya menurut H. Abdul Malik bin Syekh Mudo Abdul Qodim Balubus Payakumbuh, pohon besar itu berlokasi di Tanah Bato Panyabungan Tapanuli Selatan. Setelah istirahat sebentar guru menyuruh Datuk Majoindo berdiri lalu mereka bersilat berdua. Selesai bersilat maka berkatalah guru kepada Datuk Majoindo bahwa pelajaran tahap pertama selesai sampai di situ dan akan dilanjutkan dengan tahap kedua di Tanah Suci. Untuk itu Datuk Majoindo harus datang sendiri ke Mekkah pada musim haji, sedangkan guru menunggu di sana. Datuk Majoindo disuruh pulang dulu ke kampung untuk mempersiapkan diri dan minta izin orang tua. Seperti halnya dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya selesai berucap gurupun pergi, dan Datuk Majoindo pulang ke Kumango.

Setelah cukup segala persiapan dan telah mendapat izin orang tua Datuk Majoindo harus berangkat menuju Medan karena keberangkatan ke Mekkah melalui pelabuhan Belawan. Datuk Majoindo berangkat dengan berjalan kaki melalui jalan-jalan pintas. Dari Kumango ke Payakumbuh ke daerah Suliki, dari sana ke Pasaman. Di daerah Pasaman menjelang daerah Kumpulan, Datuk Majoindo dikeroyok oleh empat orang laki-laki. Tanpa disadari oleh Datuk Majoindo keempat laki-laki itu terjerembab ke dalam selokan saling berhimpitan, diantara mereka ada yang luka- luka dan ada yang patah tulang.

Pada waktu itu datang bisikan halus ke telinga Datuk Majoindo agar orang-orang itu dikasihani dan diobati. Setelah mendengar bisikan itu maka diobatilah keempat orang itu seperti yang dilakukan oleh pakiah kepada beliau waktu di Padang, dimulai dengan Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulilah. Dengan pertolongan Allah keempat orang tersebut sembuh dari cederanya. Keempat orang itu berterima kasih dan minta maaf kepada Datuk Majoindo. Oleh Datuk Majoindo ditanya apa maksud orang-orang tersebut mengeroyoknya. Oleh keempat orang itu dijawab bahwa  mereka  melakukan  itu  semua  untuk  mengambil barang-barang  bawaan  Datuk  Majoindo.  Setelah  minta maaf dan mengakui kesalahan orang-orang itu dinasehati dan disuruh bertaubat.

Muncul persoalan akan dikemanakan orang-orang tersebut. Akan dibawa tentu saja tidak mungkin dan akan mengganggu perjalanan walaupun mereka ingin ikut dengan Datuk Majoindo. Dalam berpikir-pikir itu teringat oleh beliau Syekh/Ayah Kumpulan, seorang tokoh/guru tareqat Naqsyabandiyah. Beliau tanyakan kepada orang– orang tersebut di mana surau Ayah Kumpulan. Rupanya orang-orang tersebut mengetahuinya. Dengan petunjuk orang–orang tersebut beliau berjalan menuju surau Ayah Kumpulan. Oleh Datuk Majoindo keempat orang itu dititipkan kepada Ayah Kumpulan. Setelah itu beliau berangkat menuju Medan.

Di Medan Datuk Majoindo tinggal di Deli Tua di rumah seorang Imam Masjid H. Abdul Gafar, khalifah dari Syekh Kumpulan. Keberadaan beliau di Deli Tua diketahui oleh kepala keamanan istana. Pada   suatu hari , Datuk Majoindo diundang oleh kepala keamanan istana raja Deli Tua ke suatu tempat. Sesampai di tempat beliau dikeroyok oleh kepala keamanan itu bersama  dua orang temannya. Sama halnya dengan kejadian di Pasaman, tanpa disadari oleh Datuk Majoindo orang tersebut jatuh berhimpitan. Ada yang cedera dan ada yang luka karena terkena senjatanya sendiri. Datang pula bisikan agar ketiganya dikasihani dan diobati. Hal itu dilakukan pula oleh Datuk Majoindo seperti yang di Pasaman.

Setelah diobati ketiga orang tersebut langsung kembali ke tempatnya. Sampai di istana, karena tidak puas dengan kekalahannya   mereka membuat fitnah bahwa Datuk Majoindo akan membuat kekacauan di istina. Berita itu didengar oleh raja, dan memerintahkan seorang hulubalang menjemput dan membawa Datuk Maoindo ke istana. Di istana oleh Datuk Majoindo diceritakan semua kejadian yang telah dialaminya kepada raja. Setelah mendengar keterangan  dari  Datuk  Majoindo  raja  menyuruh  beliau pulang. Keesokan harinya Datuk Majoindo dipanggil kembali oleh raja ke istana. Di istana diberi tahukan oleh raja bahwa semenjak hari itu beliau diangkat sebagai penasehat keamanan istana. Bersamaan dengan pengangkatan tersebut kepada beliau oleh raja  dihadiahkan  sebidang tanah dan raja berjanji bahwa seluruh biaya naik haji Datuk Majoindo akan ditanggung oleh raja. Jabatan itu dipegang oleh Datuk Majoindo kurang lebih  enam bulan,  yaitu sampai waktu keberangkatan beliau ke Mekkah.

Di Mekkah Datuk Majoindo hanya selama menunaikan  ibadah  haji.  Selesai  melaksanakan  ibadah haji beliau pindah ke Madinah dan mukim di sana selam lebih kurang sepuluh tahun. Di Madinah beliau mendalami ilmu agama khususnya ilmu tareqat. Selesai mendalami agama pada waktu akan pulang ke tanah air oleh guru dan teman-teman beliau Datuk Majoindo diberi nama Syekh Abdurrahman Al Khalidi. Nama Abdurrahman diambil dari nama Syekh Abdurrahman Batuhampar Payakumbuh, guru beliau mengaji pada waktu remaja.
Dari Madinah Syekh Abdurrahman Al Khalidi tidak langsung   pulang ke Kumango, beliau singgah dulu di Kedah Malaysia. Di Kedah beliau banyak menundukkan/ menaklukan para jawara, bahkan beliau sampai ke Patani, Thailand mentaubatkan dan mengislamkan orang. Oleh Sultan Kedah ditawarkan untuk tinggal disana dan diangkat sebagai penasehat. Bersamaan dengan itu kepada beliau disuguhkan sebidang tanah yang cukup luas sebagai hadiah. Tawaran tersebut beliau tolak dan memilih untuk pulang ke kampung di Kumango.

Di Kumango Syekh Abdurrahman Al Khalidi tinggal/ mendiami sebuah surau di atas tanah waqaf warga suku Piliang Laweh. Lokasinya di seberang sebuah sungai kecil, sehingga masyarakat atau warga Kumango menamakanya “Surau Subarang”. Di surau inilah beliau mengajar tareqat dan silat. Silat yang beliau ajarkan adalah silat yang beliau warisi dari guru beliau, yaitu pakiah.

Dari uraian di atas kiranya dapat kita ambil kesimpulan bahwa silat Kumango adalah silat yang tidak dapat dilepaskan dari sosok Syekh Abdurrahman Al Khalidi. Silat Kumango bukanlah silat Lintau yang diberi ilmu batin atau silat yang merupakan gabungan dari bermacam-macam silat.
Syekh  Abdurrahman  Al  Khalidi  mewarisi  silat  itu dari seseorang laki-laki yang dikenal sebagai Pakiah. Pertanyaannya  sekarang  adalah  siapakah  pakiah,  guru yang   mengajar   beliau   itu?   Tidak   banyak   keterangan yang dapat penulis gali sehubungan dengan pertanyaan ini. Semua khalifah, murid serta anak-anak beliau sama- sama mengatakan bahwa beliau Syekh Kumango belajar kepada seorang pakiah. Namun tidak semua mereka dapat menjelaskan siapa pakiah itu yang sesungguhnya. Namun ada juga satu dua orang diantara mereka yang mengatakan bahwa pakiah itu adalah waliyullah.

H. Abdul Malik bin Syekh Abdul Qodim menyebut- kan secara kongkrit nama waliyullah itu, yakni Autad. Salah seorang anak Syekh Abdurrahman Al Khalidi, Ismail Rahman Dt. Paduko Mulia dalam tulisannya mengatakan bahwa   pakiah   adalah   salah   seorang   waliyullah   yang diutus oleh guru beliau di Batu Hampar dahulu, yaitu Syekh   Abdurrahman   Nan   Tuo   untuk   menyadarkan beliau akan kejahilan yang beliau lakukan selama kurang lebih 15 tahun dan menasehati serta menyuruh beliau bertaubat. Ada seorang guru silat yang mengatakan bahwa pakiah itu adalah cindaku (sebangsa syaitan atau hantu), na’udzubillahi min dzalik.

3.  Silek Harimau Minangkabau (Silat Harimau)

Salah satu aliran silat di Minangkabau yang menekankan pada permainan bawah yang terinspirasi dari gerakan-gerakan harimau yang cepat,tepat dan kuat untuk melumpuhkan musuhnya. Silek Harimau Minangkabau memiliki sederetan gerakan lincah seperti menendang, memukul, mengunci, menahan, bertarung di tanah, dan menggunakan senjata. Langkah dalam permainan Silek Minangkabau mirip langkah berjalan dan posisinya lebih sering merendah dikombinasikan gerakan anggun namun kuat. Silek Harimau adalah seni bela diri yang berasal dari Padang terutama Minangkabau. Gerakan silek menyerupai teknik dan filosofi harimau ketika menyerang mangsanya. Salah satu cirinya dapat dilihat melalui teknik tangan terbuka yang meniru cakar harimau.

a. Silek Harimau Singgalang    
   Pendiri Aliran Silek Harimau Singgalang: Sofyan Nadar [46]  



















Bapak Haji Syofyan Nadar dilahirkan pada tahun 1958 di sebuah desa di kabupaten Kerinci Jambi. Beliau adalah merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara. Ayahnya bernama Nadar dan Ibu berasal dari Pariaman yang bernama Nani dari Pesisir Selatan bersuku Bendang, yaitu dari desa Asam Kumbang Bayang.

Pada saat usia 13 tahun, beliau sudah sering melihat orang bermain silat, karena di tempat tinggalnya banyak sasaran atau perguruan silat dari berbagai macam aliran. Pada saat itu belajar silat dilakukan secara sembunyi-sembunyi mulai dari tengah malam hingga kadang-kadang sampai menjelang Subuh.[47]

Bapak dari orang tua beliau dalah seoang guru silat juga yang bernama Muhamad Tanjuang  di Kapalo Koto Pauh Kamba, kakek dan bapaknya cukup disegani. Walaupun bapaknya pendiam tak banyak bicara, Pak Sofyan tahu bahwa bapaknya pun sedikit tahu tentang silat namun tak mau mengajarkan. Nenek beliau yang bernama Kasumi juga seorang wanita yang pandai silat beserta dua orang mamaknya yang bernama Jusan dan Uncu Padek. Mereka juga guru debus di Asam Kumbang Bayang.

Dari ketujuh bersaudara dalam keluarganya, hanya dia dan kakak tertuanyalah—yang bernama Syahrial—suka mempelajari silat hingga sekarang.

Pak Syofyan mulai belajar silat dari umur 13 tahun di daerah Kerinci. Guru pertamanya bernama Mak Tiar Tenjak—karena kakinya pendek sebelah kanan—seorang tukang gali kubur yang tinggal di lokasi Tanah Kuburan Peratuan Orang Pariaman di Bukit Sentiong. Dia yang selalu membersihkan lokasi pekuburan tersebut yang juga tempat dimana pondok tempat tinggal keluarganya berada. Di situlah sasaran pertama Pak Shofyan berlatih silat di bawah bimbingan Mak Tiar.
















Tiga bulan pertama saat ia berlatih di sana, kerjanya hanyalah disuruh membuat minuman kopi untuk murid lain, belum boleh ikut belajar langsung hanya memperhatikan saja. Iapun tak menolak, menuruti saja dengan apa yang dikatakan gurunya, walaupun dalam benaknya tersirat juga pemikiran kenapa gurunya tak mau mengajarkan silat pada saat itu. Mungkin itulah ujian dari kesabaran dan ketaatan serang murid oleh gurunya. Sampai akhirnya pada suatu hari, Ia temui gurunya sendirian, dan pada saat ia menghadap tersebut, barulah Mak Tiar menanyakan kesungguhannya untuk belajar silat. Sejak sat itu, ia pun selalu berlatih silat secara khusus tanpa sepengetahuan murid lain.

Guru lain
Mencari ilmu memang tidak semudah membalikkan tangan, begitu pula dengan beliau. Tidak pernah ada perasaan cukup dengan apa yang telah dipelajarinya hingga detik sekarangpun, dari satu guru ke guru lain, ia terus menuntut ilmu hingga bermacam aliran telah dipelajarinya. Sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang guru silat aliran Sunua Jantan yang bernama Syofyan Usman. Dari guru terakhirnya ini, ia banyak menerima bimbingan yang tidak hanya tentang ilmu silat namun juga tentang ilmu agama dan sejarah tentang pencak silat tradisi Sunua daerah pesisir Pariaman. Gurunya tersebut yang juga dikenal dengan Ajo Piyan Putiah—yang masih hidup hingga berumur 73 pada saat ini (tahun 2008)—merupakan murid dari Mak Utiah Karunia, yang sejarah hidupnya cukup dikenal di daerah pesisir pantai Pariaman.

Di daerah pesisir pantai Pariaman terdapat banyak dusun sejak dari Ulu Bangau Katapiang Ulakan, Sunua Marunggi hingga ke Tiku Pariaman. Dari salah satu nama desa di sanalah Silat Sunua berasal, karena yang dimaksud Sunua adalah sebuah sumur tempat orang dusun mandi, berwuduk, dan lain sebagainya yang letaknya tidak jauh dari sebuah sasaran silat yang merupakan tempat orang-orang kampung banyak belajar di sana. Di sasaran inilah tempat Mak Utiah karunia belajar. Selesai belajar di sana, Mak Utiah pun meminta ijin pada guruny untuk mengajarkan silat di kampungnya yang juga tak jauh dari desa Sunua, yaitu dusun Marungi. Sejak sat itu, mulailah Mak Utiah menerima murid dan mengajarkan silat. Beberapa muridnya yang dikenal adalah Ajo Piyan, Sidi Tukak, dan Sidi Gapuak.

Sepanjang Pesisir Pariaman sebelum adanya kolonial Belanda adalah merupakan daerah yang rawan perampok dan bajak laut, sehingga orang-orang di sana perlu belajar silat untuk membela diri. Di salah satu desanya yang bernama desa Ulakan, ada salah satu makam yang dikeramatkan oleh masyarakat sekitar, kabarnya petilasan dari seorang tokoh ulama penyebar agama Islam di Minangkabau yang bernama Syeh Burhanuddin sehingga banyak diziarahi orang banyak hingga dari luar Sumatera Barat.

4. Silek Lintau (Silat Lintau)
Aliran silat tuo lintau lebih dikenal di negara Malaysia, Amerika, Belanda dan beberapa negara lainnya. Sedangkan di dearah asalnya di Lintau, keberadaannya nyaris tidak dikenal generasi penerus, masyarakat hanya tahu disini asal muasal salah satu aliran silat tuo yang di Minangkabau, tapi tidak terjaga dengan baik layaknya sebuah warisan budaya. H. Djasorel Chaniago , tokoh perantau Lintau memiliki inisiatif mendirikan Yayasan Silek Tuo Lintau. Yayasan ini dibuat tidak untuk mengurusi silat, tetapi untuk mencari benang merah asal-asul aliran silat yang dipelajari berbagai perguruan silat di manca negara, dari situ akan terlihat siapa yang membawa aliran silat tersebut kesana dan siapa gurunya, guru-guru silat tuo lintau ini yang akan kita patenkan sebagai kebanggan bagi Minangkabau dan Sumatera Barat.[48]

5.Silek Sitaralak (Silat Sitaralak)




Silat Sitaralak, Sterlak, Starlak - aliran silat keras dan kuat dari Minangkabau, dikembangkan oleh Ulud Bangindo Chatib (1865) dari Kamang (dekat Bukittinggi[49], Kabupaten Agam, berkembang di Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota sampai ke wilayah Sawahlunto. Ada pendapat yang mengatakan bahwa aliran ini dirancang untuk menghadapi gerakan Silat Tuo. Gerakan Silat Tuo terinspirasi dari gerakan-gerakan binatang seperti harimau, kucing, dan buaya. Karakter khas silat jenis ini adalah menyerang disaat lawan akan menyerang. Silat ini menyebar dan berkembang di Malaysia dan terus ke Amerika.[50]

6. Silek Pauah (Silat Pauh)

Silat Pauah (Pauah) - aliran silat di Minangkabau yang berasal dari kampung Pauah, Kota Padang. Silat ini adalah silat termuda dan ada yang menganggap merupakan sari atau kompilasi (gabungan) dari hampir semua aliran silat yang ada di Minangkabau, silat ini khusus untuk berperang, sebab di Pauah, Padang merupakan salah satu basis perjuangan masyarakat Minangkabau melawan penjajah di masa dahulunya. Aliran ini juga berkembang menjadi satu aliran silat di Kabupaten ini.[51]



 
Video Silat Pauah
Silat Pauh atau Silek Pauah adalah aliran Silat termuda dari sepuluh aliran utama Silat Minangkabau yang berasal dari Kota Padang. Pada jaman pra kemerdekaan, daerah Pauah terletak di pinggiran Kota Padang (sebelum perluasan) tempat berkumpul para pejuang yang menekan posisi Penjajah Belanda. Pada jaman penjajahan, Belanda tidak terlalu mau mengurus wilayah Pauah ini karena mereka anggap daerah rawan. Beberapa contoh silat Pauah dapat dilihat di sini [52] dan [53].

Sebenarnya di Pauah itu sendiri berkumpul berbagai macam aliran silat yang ada di Minangkabau karena merupakan basis perjuangan menghadapi Belanda. Aliran-aliran yang ada di sana adalah sitaralak, kumango, lintau, silek tuo. Akibat pertemuan berbagai aliran ini terjadilah pengembangan aliran baru oleh para pendekar-pendekar di sana yang belakangan disebut dengan silek Pauah yang legendaris dan ditakuti di kawasan Kota Padang.

Ada peninggalan bersejarah yang daearah Pauah itu sampai sekarang, salahnya adalah mariam kompong (meriam terpancung). Konon menurut cerita orang-orang tua di sana meriam itu dipancung dengan pedang oleh seorang pendekar di sana.

Saat ini pemerintah Kota Padang berusaha mempertahankan tradisi silat Pauh ini [54]
Peguruan Silat yang terkenal dari daerah Pauah ini adalah

·         Kuciang Lia
·         Singo Barantai

Meskipun demikian, masih banyak tuo-tuo silek yang tidak mau dipublikasikan dan mengajari hanya orang-orang yang terpilih yang beliau rasa mampu menjaga amanah silat. Para guru-guru informal ini selektif memilih murid. Beliau hanya menerima satu atau dua orang murid saja untuk diajari langsung.

7. Silek Sungai Patai (Silat Sungai Patai)

Silat Sungai Patai, Silat yang berkembang di Nagari Sungai Patai Tanah Datar.

8.  Silek Luncua (Silat Luncur)

Silat Luncua (Luncur)- yang dikembangkan oleh Pakiah Rabun berkembang di daerah Alam Surambi Sungai Pagu, Kabupaten Solok. Malaysia juga memiliki unsur-unsur aliran silek Minangkabau, seperti silek Luncua, Sitaralak, kuncian Kumango dan Lintau di dalam materi pelajarannya. Posisi Malaysia yang rawan dari serangan berbagai bangsa terutama bangsa Thai membuat mereka perlu merancang sistem beladiri efektif yang merupakan gabungan antara beladiri Aceh dan Minangkabau. Beberapa peguruan silat menggunakan nama Minang atau Minangkabau di dalam nama peguruannya

9. Silek Gulo-Gulo Tareh (Silat Gulo-Gulo Tareh)


10. Silek Baruah (Silat Baruh)

Salah satu aliran silat di Minangkabau yang berasal dari Bayang, Pesisir Selatan. Salah satu peguruannya ada di Aur Duri Padang dengan nama peguruan Salimbado-Buah Tarok, dibawah asuhan Emral Djamal Datuak Rajo Mudo. Silat Buah Tarok ini dikenal juga dengan Silek Sitaralak Baruah oleh masyarakat di kawasan Maninjau yang dahulunya diajarkan oleh Udo Tunang.

11.Silek Ulu Ambek (Silat Ulu Ambek)

Silat Ulu Ambek berkembang di  daerah Pariaman.

Selain dari pada aliran silat di atas dikenal juga aliran silat di Minangkabau seperti di bawah ini[55]

  1. Silat Bungo. salah satu aliran silat Minang yang menekankan gerak pada aplikasi seni pencak silat, silat ini bukan untuk bertempur, melainkan untuk peragaaan di acara-acara adat atau acara formal lain.
  2. Silat Kota Anau .aliran silat daerah Koto Anau, Solok yang merupakan daerah pertahanan Minangkabau di masa dahulunya yang menghubungkan antara Pagaruyung sebagai pusat kerajaan dan Bayang, Pesisir Selatan .
  3. Silat Buayo (Buaya) .aliran silat di Minangkabau yang terinspirasi dari gerakan buaya, bermain rendah, aliran ini berkembang di Pesisir Selatan.
  4.  Silat Pangian .awalnya berasal dari wilayah Lintau dan sekitarnya yang dimiliki petinggi kerajaan Minangkabau. Silat ini berkembang di rantau Minangkabau, Kuantan, Propinsi Riau
  5. Silat Duduk .salah satu aliran silat yang menekankan bermain silat dalam keadaan duduk atau rendah, namun silat duduk bisa juga memiliki pengertian lain, bahwa di sini murid tidak berlatih silat secara fisik, namun mengembangkan nalar dan logika.
  6.  Silat Sabandar .adalah silat yang berasal dari daerah Pagaruyung, Sumatera Barat, namun dikembangkan di Kampung Sabandar, Karangtengah, Cianjur.
  7.  Silat Buah Tarok .salah satu aliran silat di Minangkabau yang berasal dari Bayang, Pesisir Selatan. Salah satu peguruannya ada di Aur Duri Padang dengan nama peguruan Salimbado-Buah Tarok, dibawah asuhan Emral Djamal Datuak Rajo Mudo. Silat Buah Tarok ini dikenal juga dengan Silek Sitaralak Baruah oleh masyarakat di kawasan Maninjau yang dahulunya diajarkan oleh Udo Tunang.
  8. Silat Gajah Badorong - berkembang di wilayah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjuang.
  9. Silat Gaib - suatu aliran silat yang bisa memainkan gerakan silat milik peguruan orang lain darimana saja.
  10. Silat Sunua - dari Pariaman
  11. Silat Ulu Ambek - dari daerah Pariaman.
  12. Silat Balubuih.Silat yang dikembangkan oleh Syech Balubuih dinegri Balubuih kabupaten Lima Puluh Kota. Syech Balubuih dan Syech Kumango pernah sama-sama menimba ilmu agama dan tarikat kepada Syech Abdurahman di Batu Ampar kabupaten Lima Puluh Kota (dulunya dinamakan Luhak Lima Puluh Koto).
  13. Silek Cupak Mak Danin Capek .Merupakan aliran silek yang di kreasikan oleh bapak Danin malin Marajo, dari beberapa aliran silek minang yang beliau kuasai seperti silek langkah tigo, silek tuo, silek sitaralak,silek kuciang,silek kinari,silek kunci,silek langkah ampek,silek galombang dan beberapa silek yang lainnya.
  14. Silek Sigurindik dari Agam
  15. Silek Sicabiak kafan
  16. Silek balam
  17. Silek Gayuang silacuik jantan
  18. Silek Gayuang Silacuik batino
  19. Silek Rantau
  20. Silek Pangiran dari padang pariaman
  21. Silek Paninjauan jantan
  22. Silek Paninjauan batino
  23. Silek Pasie
  24. Silek Usali
  25. Silek Alif
  26. Silek Lamo
  27. Silek Baru
  28. Silek Buayo Lalok
  29. Silek Ilau dari Sawah Lunto
  30. Silek Palimo parang
  31. Silek Kunci dari sawah lunto
  32. Silek Harimau Minangkabau
  33. Silek Harimau Bayang
  34. Silek Harimau Pasaman
  35. Silek Harimau Cupak
  36. Silek Harimau Bulueh
  37. Silek Beruang Agam
  38. Silek Tilatang Kamang
  39. Silek Kuciang
  40. Silek Tupai
  41. Silek Puti Mandi
  42. Silek Induek baruek
  43. Silek Induek Ayam
  44. Silek Kinari jantan
  45. Silek Kinari batino
  46. Silek Alang
  47. Silek Bayang
  48. Silek kisamandi
  49. Silek Gulo-gulo tareh
  50. Silek Baruah
  51. Silek Pangian jantan
  52. Silek Pangian batino
  53. Silek Agam
  54. Silek Taram
  55. Silek Maninjau
  56. Silek Kamang
  57. Silek Langgai
  58. Silek Banda sapulueh pasisie
  59. Silek Natal/Silek Natar
  60. Silek Tapakih
  61. Silek Lubuek jantan
  62. Silek Langkah ampek
  63. Silek Langkah tigo
  64. Silek Langkah ciek
  65. Silek langkah sambilan
  66. Silek Langkah duo baleh
  67. Silek Galombang
  68. Silek Darah
  69. Silek Bungo
  70. Silek Sungai Pagu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar